TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Peritonitis adalah suatu peradangan dan peritoneum, pada membrane serosa, pada bagian rongga perut.
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum – lapisan membrane serosa rongga abdomen dan meliputi visera merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronik / kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas pada palpasi, defans muscular dan tanda – tanda umum inflamasi.
Peritonitis adalah peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada selaput rongga perut (peritoneum) lapisan membrane serosa rongga abdomen dan dinding perut bagian dalam.
B. Etiologi
Bila di tinjau dari penyebabnya, infeksi peritonitis terbagi atas penyebab primer (peritonitis spontan), sekunder (berkaitan dengan proses patologis pada organ viseral) atau penyebab tersier (infeksi rekuren atau persisten sesudah terapi awal yang adekuat). Secara umum, infeksi pada abdomen dikelompokkan menjadi peritonitis infektif (umum) dan abses abdomen.
Infeksi peritonitis relative sulit ditegakkan dan tergantung dari penyakit yang mendasarinya. Penyebab utama peritonitis adalah spontaneous bacterial peritonitis (SBP) akibat penyakit hati yang kronik. SBP terjadi bukan karena infeksi intrabdomen, namun biasanya terjadi pada pasien dengan asites akibat penyakit hati kronik. Akibat asites akan terjadi kontaminasi hingga ke rongga peritoneal sehingga terjadi translokasi bakter menuju dinding perut atau pembuluh limfe mensenterium, kadang – kadang terjadi juga penyebaran hematogen bila telah terjadi bakterimia. Pathogen yang paling sering menyebabkan infeksi ialah bakteri gram negative (40%), escheria choli (7%), klebsiella pnemunae, sepsis psedomonas, proteus dan gram negatif lainnya (20%). Sementara gram positif, yakni streptococcus (3%), mikroorganisme anaerob (kurang dari 5%) dan infeksi campuran beberapa mikroorganisme (10%).
Penyebab lain yang menyebabkan peritonitis sekunder ialah perforasi appendiksitis, perforasi ulkus peptikum dan duodenum, perforasi kolon akibat devertikulisis, volvusus atau kanker dan strangulasi colon asenden. Peritonitis sekunder yang paling sering terjadi disebabkan oleh perforasi atau nekrosis (infeksi transmural) organ – organ dalam dengan inokulasi bakteri rongga peritoneal.
Adapun penyebab spesifik dari peritonitis adalah :
1. Penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi
2. Penyakit radang panggul pada wanita yang masih aktif melakukan kegiatan seksual.
3. Infeksi dari rahim dan saluran telur, yang disebabkan oleh gonore dan infeksi clamedia.
4. Kelainan hati atau gagal jantung, dimana bisa terjadi asites dan mengalami infeksi.
5. Peritonitis dapat terjadi setelah suatu pembedahan.
6. Dialisa peritonial (pengobatan gagal ginjal)
7. Iritasi tanpa infeksi.
Peritonitis tersier dapat terjadi karena infeksi peritoneal berulang setelah mendapatkan terapi SBP atau peritonitis sekunder yang adekuat, sering bukan berasal dari kelainan organ. Pasien dengan peritonitis tersier biasanya timbul abses atau flegmen, dengan atau tanpa fistula. Peritonitis tersier timbul lebih sering pada pasien dengan kondisi komorbid sebelumnya dan pasien dengan imunokompromis.
Selain tiga bentuk diatas, terdapat pula bentuk peritonitis steril atau kimiawi. Peritonitis ini dapat terjadi karena iritasi bahan- bahan kimia, misalnya cairan empedu, barium dan substansi kimia lain atau proses inflamasi transmural dari organ dalam (mis. Penyakit crohn) tanpa adanya inokulasi bakteri di rongga abdomen.
C. Pathophysiology
Reaksi awal peritonium terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Bila bahan – bahan infeksi tersebar luas pada permukaan peritonium atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonium umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul illeus paralitik, kemudian usus menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang ke dalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguri.
Peritonitis menyebabkan penurunan aktivitas fibrinolitik intra abdomen (meningkatkan aktivitas inhibitor aktivator plasminogen) dan sekuestrasi fibrin dengan adanya pembentukan jaring pengikat. Produksi eksudat fibrin merupakan mekanisme terpenting dari sistem pertahanan tubuh, dengan cara ini terikat bakteri dalam jumlah yang sangat banyak diantara matriks fibrin.
Pembentukan abses pada peritonitis pada prinsipnya merupakan mekanisme tubuh yang melibatkan substansi pembentuk abses dan kuman – kuman itu sendiri untuk menciptakan keadaan kondisi abdomen yang steril. Pada keadaan jumlah bakteri yang banyak tubuh tidak mampu mengeliminasi kuman dan berusaha menghentikan penyebaran kuman dengan membentuk kompartemen – kompartemen yang dikenal sebagai abses. Masuknya bakteri dalam jumlah besar itu bisa berasal dari berbagai sumber, yang paling sering ialah kontaminasi bakteri transien akibat penyakit viseral atau intervensi bedah yang merusak keadaan abdomen.
Selain jumlah bakteri transien yang terlalu banyak di rongga abdomen, peritonitis juga terjadi karena virulensi kuman yang tinggi sehingga mengganggu proses fagositosis dan pembunuhan bakteri dengan neutrofil. Keadaan makin buruk jika infeksinya dibarengi dengan pertumbuhan bakteri lain atau jamur, misalnya pada peritonitis akibat koinfeksi bacteriodes fragilis dan bakteri gram negatif (E. Coli). Isolasi peritonium pada pasien dengan peritonitis menunjukkan jumlah candida albican yang relatif tinggi, sehingga dengan menggunakan skor apache ii diperoleh mortalitas tinggi akibat kandidosis tersebut.
D. Manifestasi klinis
Diagnosis peritonitis ditegakkan secara klinis dengan adanya nyeri abdomen dengan nyeri yang tumpul dan tidak terlalu jelas lokasinya (peritonium viseral) yang makin lama makin jelas lokasinya (peritonitis parietal). Tanda – tanda peritonitis relative sama dengan infeksi berat yaitu demam tinggi atau pasien yang sepsis dapat terjadi hipotermia, takikardi, dehidrasi hingga menjadi hipotensi. Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum maksimum di tempat tertentu sebagai sumber infeksi.
Dinding perut akan terasa tegang karena mekanisme antisipasi penderita secara tak sadar untuk menghindari palpitasi karena iritasi peritoneum antisipasi penderita secara tak sadar untuk menghindari palpitasi karena iritasi peritoneum. Infeksi dapat meninggalkan jaringan parut dalam bentuk pita jaringan (perlengketan, adhesi) yang akhirnya bisa menyumbat usus.
E. Komplikasi
1. Penumpukan cairan mengakibatkan penurunan tekanan vena sentral yang menyebabkan gangguan elektrolit bahkan hipovolemik, syok dan gagal ginjal.
2. Abses peritoneal
3. Cairan dapat mendorong diafragma sehingga menyebabkan kesulitan bernafas.
4. Sepsis
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Tes laboratorium
- GDA : alkaliosis respiratori dan asidosis mungkin ada.
2. Protein / albumin serum : mungkin menurun karena penumpukkan cairan (di intra abdomen)
3. Amilase serum : biasanya meningkat
4. Elektrolit serum : hipokalemia mungkin ada
5. X – ray
a. Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral) didapatkan :
- Distensi usus dan ileum
- Usus halus dan usus besar dilatasi
- Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi.
b. Foto dada : dapat menyatakan peninggian diafragma
c. Parasentesis : contoh cairan peritoneal dapat mengandung darah, pus / eksudat, emilase, empedu dan kretinum.
d. CT abdomen dapat menunjukkan pembentukan abses.
6. Pembedahan
G. Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan secara umum adalah mengistirahatkan saluran cerna dengan memuaskan pasien, pemberian antibiotik yang sesuai, dekompresi saluran cerna dengan penghisapan nasogratrik atau intestinal, penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena, pembungaan focus septic (appendik) atau penyebab radang lainnya, bila mungkin dengan mengalirkan nanah keluar dan tindakan – tindakan menghilangkan nyeri.
Prinsip umum dalam menangani infeksi intrabdominal ada 4, antara lain :
1. Kontrol infeksi yang terjadi
2. Pembersihan bakteri dan racun
3. Memperbaiki fungsi organ
4. Mengontrol proses inflamasi
Eksplorasi laparotomi segera dilakukan pada pasien dengan akut peritonitis.
A. Pengertian
Peritonitis adalah suatu peradangan dan peritoneum, pada membrane serosa, pada bagian rongga perut.
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum – lapisan membrane serosa rongga abdomen dan meliputi visera merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronik / kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas pada palpasi, defans muscular dan tanda – tanda umum inflamasi.
Peritonitis adalah peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada selaput rongga perut (peritoneum) lapisan membrane serosa rongga abdomen dan dinding perut bagian dalam.
B. Etiologi
Bila di tinjau dari penyebabnya, infeksi peritonitis terbagi atas penyebab primer (peritonitis spontan), sekunder (berkaitan dengan proses patologis pada organ viseral) atau penyebab tersier (infeksi rekuren atau persisten sesudah terapi awal yang adekuat). Secara umum, infeksi pada abdomen dikelompokkan menjadi peritonitis infektif (umum) dan abses abdomen.
Infeksi peritonitis relative sulit ditegakkan dan tergantung dari penyakit yang mendasarinya. Penyebab utama peritonitis adalah spontaneous bacterial peritonitis (SBP) akibat penyakit hati yang kronik. SBP terjadi bukan karena infeksi intrabdomen, namun biasanya terjadi pada pasien dengan asites akibat penyakit hati kronik. Akibat asites akan terjadi kontaminasi hingga ke rongga peritoneal sehingga terjadi translokasi bakter menuju dinding perut atau pembuluh limfe mensenterium, kadang – kadang terjadi juga penyebaran hematogen bila telah terjadi bakterimia. Pathogen yang paling sering menyebabkan infeksi ialah bakteri gram negative (40%), escheria choli (7%), klebsiella pnemunae, sepsis psedomonas, proteus dan gram negatif lainnya (20%). Sementara gram positif, yakni streptococcus (3%), mikroorganisme anaerob (kurang dari 5%) dan infeksi campuran beberapa mikroorganisme (10%).
Penyebab lain yang menyebabkan peritonitis sekunder ialah perforasi appendiksitis, perforasi ulkus peptikum dan duodenum, perforasi kolon akibat devertikulisis, volvusus atau kanker dan strangulasi colon asenden. Peritonitis sekunder yang paling sering terjadi disebabkan oleh perforasi atau nekrosis (infeksi transmural) organ – organ dalam dengan inokulasi bakteri rongga peritoneal.
Adapun penyebab spesifik dari peritonitis adalah :
1. Penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi
2. Penyakit radang panggul pada wanita yang masih aktif melakukan kegiatan seksual.
3. Infeksi dari rahim dan saluran telur, yang disebabkan oleh gonore dan infeksi clamedia.
4. Kelainan hati atau gagal jantung, dimana bisa terjadi asites dan mengalami infeksi.
5. Peritonitis dapat terjadi setelah suatu pembedahan.
6. Dialisa peritonial (pengobatan gagal ginjal)
7. Iritasi tanpa infeksi.
Peritonitis tersier dapat terjadi karena infeksi peritoneal berulang setelah mendapatkan terapi SBP atau peritonitis sekunder yang adekuat, sering bukan berasal dari kelainan organ. Pasien dengan peritonitis tersier biasanya timbul abses atau flegmen, dengan atau tanpa fistula. Peritonitis tersier timbul lebih sering pada pasien dengan kondisi komorbid sebelumnya dan pasien dengan imunokompromis.
Selain tiga bentuk diatas, terdapat pula bentuk peritonitis steril atau kimiawi. Peritonitis ini dapat terjadi karena iritasi bahan- bahan kimia, misalnya cairan empedu, barium dan substansi kimia lain atau proses inflamasi transmural dari organ dalam (mis. Penyakit crohn) tanpa adanya inokulasi bakteri di rongga abdomen.
C. Pathophysiology
Reaksi awal peritonium terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Bila bahan – bahan infeksi tersebar luas pada permukaan peritonium atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonium umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul illeus paralitik, kemudian usus menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang ke dalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguri.
Peritonitis menyebabkan penurunan aktivitas fibrinolitik intra abdomen (meningkatkan aktivitas inhibitor aktivator plasminogen) dan sekuestrasi fibrin dengan adanya pembentukan jaring pengikat. Produksi eksudat fibrin merupakan mekanisme terpenting dari sistem pertahanan tubuh, dengan cara ini terikat bakteri dalam jumlah yang sangat banyak diantara matriks fibrin.
Pembentukan abses pada peritonitis pada prinsipnya merupakan mekanisme tubuh yang melibatkan substansi pembentuk abses dan kuman – kuman itu sendiri untuk menciptakan keadaan kondisi abdomen yang steril. Pada keadaan jumlah bakteri yang banyak tubuh tidak mampu mengeliminasi kuman dan berusaha menghentikan penyebaran kuman dengan membentuk kompartemen – kompartemen yang dikenal sebagai abses. Masuknya bakteri dalam jumlah besar itu bisa berasal dari berbagai sumber, yang paling sering ialah kontaminasi bakteri transien akibat penyakit viseral atau intervensi bedah yang merusak keadaan abdomen.
Selain jumlah bakteri transien yang terlalu banyak di rongga abdomen, peritonitis juga terjadi karena virulensi kuman yang tinggi sehingga mengganggu proses fagositosis dan pembunuhan bakteri dengan neutrofil. Keadaan makin buruk jika infeksinya dibarengi dengan pertumbuhan bakteri lain atau jamur, misalnya pada peritonitis akibat koinfeksi bacteriodes fragilis dan bakteri gram negatif (E. Coli). Isolasi peritonium pada pasien dengan peritonitis menunjukkan jumlah candida albican yang relatif tinggi, sehingga dengan menggunakan skor apache ii diperoleh mortalitas tinggi akibat kandidosis tersebut.
D. Manifestasi klinis
Diagnosis peritonitis ditegakkan secara klinis dengan adanya nyeri abdomen dengan nyeri yang tumpul dan tidak terlalu jelas lokasinya (peritonium viseral) yang makin lama makin jelas lokasinya (peritonitis parietal). Tanda – tanda peritonitis relative sama dengan infeksi berat yaitu demam tinggi atau pasien yang sepsis dapat terjadi hipotermia, takikardi, dehidrasi hingga menjadi hipotensi. Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum maksimum di tempat tertentu sebagai sumber infeksi.
Dinding perut akan terasa tegang karena mekanisme antisipasi penderita secara tak sadar untuk menghindari palpitasi karena iritasi peritoneum antisipasi penderita secara tak sadar untuk menghindari palpitasi karena iritasi peritoneum. Infeksi dapat meninggalkan jaringan parut dalam bentuk pita jaringan (perlengketan, adhesi) yang akhirnya bisa menyumbat usus.
E. Komplikasi
1. Penumpukan cairan mengakibatkan penurunan tekanan vena sentral yang menyebabkan gangguan elektrolit bahkan hipovolemik, syok dan gagal ginjal.
2. Abses peritoneal
3. Cairan dapat mendorong diafragma sehingga menyebabkan kesulitan bernafas.
4. Sepsis
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Tes laboratorium
- GDA : alkaliosis respiratori dan asidosis mungkin ada.
- SDP meningkat kadang – kadang lebih besar dari 20.000 SDM mungkin meningkat, menunjukkan hemokonsentrasi.
- Hemoglobin dan hematokrit mungkin rendah bila terjadi kehilangan darah.
- Hemoglobin dan hematokrit mungkin rendah bila terjadi kehilangan darah.
2. Protein / albumin serum : mungkin menurun karena penumpukkan cairan (di intra abdomen)
3. Amilase serum : biasanya meningkat
4. Elektrolit serum : hipokalemia mungkin ada
5. X – ray
a. Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral) didapatkan :
- Distensi usus dan ileum
- Usus halus dan usus besar dilatasi
- Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi.
b. Foto dada : dapat menyatakan peninggian diafragma
c. Parasentesis : contoh cairan peritoneal dapat mengandung darah, pus / eksudat, emilase, empedu dan kretinum.
d. CT abdomen dapat menunjukkan pembentukan abses.
6. Pembedahan
G. Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan secara umum adalah mengistirahatkan saluran cerna dengan memuaskan pasien, pemberian antibiotik yang sesuai, dekompresi saluran cerna dengan penghisapan nasogratrik atau intestinal, penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena, pembungaan focus septic (appendik) atau penyebab radang lainnya, bila mungkin dengan mengalirkan nanah keluar dan tindakan – tindakan menghilangkan nyeri.
Prinsip umum dalam menangani infeksi intrabdominal ada 4, antara lain :
1. Kontrol infeksi yang terjadi
2. Pembersihan bakteri dan racun
3. Memperbaiki fungsi organ
4. Mengontrol proses inflamasi
Eksplorasi laparotomi segera dilakukan pada pasien dengan akut peritonitis.
Tag :
P,
Peritonitis
0 Komentar untuk "Peritonitis"